My Måneskin Live in Singapore Story

Aku tuh baru kenal Måneskin awal September kemarin. Lalu, dengan segala keajaibannya, semesta merestui aku untuk nonton mereka langsung di Singapore akhir November. Aneh banget kadang hidup tuh.

Jadi, Agustus, di antara batuk-batukku karena bronchitis dan debu Jakarta yang tak berkesudahan, nemu video dari Grand Final Eurovision tahun ini. Kepincut sama Käärijä dan Alessandra, lagu mereka berdua kuulang-ulang terus. Naturally, jadi nyari-nyari pemenang tahun-tahun sebelumnya siapa. Dari situlah ketemu Måneskin yang menang Eurovision 2021.

The magnificent stage act, the performance, the music, the songs, the fashün; Måneskin don’t ever feel like a new band I just came across. It feels like they’re already un legendado that I simply came back home to. Dari situ, nyari apakah mereka ada tur Asia, dan baca kalau mereka akan ke Singapore tanggal 27 November. Aku cuma bikin mental note aja waktu pertama tau itu, karena biarpun ada perasaan “wih pas nih, bisa kali nonton konser besar kedua tahun ini setelah Arctic Monkeys Maret kemarin”, terbersit juga “yakali ke Singapore buat nonton konser doang.”

Eh dilakoni juga hehehe.

Awal November, di tengah persiapan berangkat umroh, aku bilang ke temenku yang tinggal di Singapore bahwa KALAU nanti aku jadi pergi, aku mau minta ijin nginep di rumahnya dalam rangka menghemat anggaran. Bagian kalau itu memang perlu dikapitalisasi, bold, dan italic karena aku orangnya selalu last minute untuk perencanaan traveling beginian. Dia bilang boleh, jadi practically aku tinggal mikirin tiket pesawat pulang-pergi dan tiket konsernya aja. Aku di Saudi jadi agak hemat-hemat karena tau uangnya harus dibagi ke rencana yang ini juga.

  • Tanggal 18 November, H-9 konser, akhirnya beli juga tiket pergi CGK-SIN, kena Rp523.451,-.
  • Tanggal 26 November dini hari jam 00:10, H-1 konser, beli tiket pulang SIN-CGK, di harga Rp1.406.786,-.
  • Tanggal 26 November jam 00:33, H-1 konser, akhirnya payment ke Sistic buat tiket konsernya, S$162 alias Rp1.945.867,- (((nangis))) (((tapi ini untuk free standing festival tetep lebih murah dari Arctic Monkeys Jakarta yang duduk CAT4 aja Rp2.6 juta))).
  • Tanggal 26 November jam 04:00 WIB, cuma 4 jam sejak beli tiket pulang, aku udah di kereta Depok-Jakarta Kota untuk menuju bandara Soekarno-Hatta via Manggarai karena flight CGK-SIN-nya jam 08:35 WIB.

Lihat kan betapa timeline pembelian tiketku sangat anxiety-inducing untuk orang yang ga biasa traveling grasa-grusu? Hahaha.

Jadi, pergi hari Minggu 26 November dengan AirAsia QZ 266, sampai di Singapore jam 11:06 SST. Dari situ cuma main dan makan siang di Jewel, trus langsung ke rumah temenku di Sentosa. Sore-sore ikut walking the dogs along the coastline, looking around the Marina, dan istirahat.

Besoknya, day of the concert, hari Senin, karena temenku ke kantor, aku ikut keluar rumahnya dari pagi dan mendamparkan diri di Orchard, ke Kinokuniya, jalan ke Suntec, riding all over the city with the MRT, dan kembali ke Jewel untuk makan sore dan nunggu malam karena venue konsernya di Singapore Expo yang deket banget dari Changi. Aku ngga ~~~Explore Singapore™~~~ karena beberapa tahun lalu udah pernah ke hampir semua tempat-tempat turis di sana, jadi ngga penasaran lagi dan ngga merasa perlu eksplor apapun. Mahal pula kan tiket-tiket tuh kalau diakumulasi jalan ke sana-sini. Ten dollars here, fifteen dollars there, tau-tau sejuta. Jadi aku ngadem dan people watching aja di Jewel. Jam 17:00 SST baru beranjak dari Jewel naik MRT ke stasiun Expo.

Note: Singapore tuh emang living in a different realm ya daripada kota-kota besar lainnya di Asia dengan betapa jelas semua signage tempat-tempat umumnya. Selama orang bisa baca, beneran deh, ngga ada namanya nyasar di transportasi umum publiknya.

Jalan dari stasiun MRT Expo menuju ke Expo Hall 1-nya, ketemu orang Indonesia karena sama-sama berhenti jalan buat foto signage Måneskin (hai, Lusy!). Dari situ kita ngantri bareng, yang kemudian gabung lagi sama cewe Indonesia lain yang antrinya di depan kita (hai, Sekar!). Lusy ke konser ini tuh PP mepet dari Jakarta, datang sore, balik flight yang tengah malam, dan beneran cuma bawa tas selempang kecil banget, kayak mau ke Bogor doang. Katanya sampai ditanyain orang imigrasi, saking ga bawa apa-apanya. Kalau Sekar, yang cantik pol dandannya beneran super all-in, datang ke Singapore bareng suaminya, tapi nonton konsernya sendiri; yang penting itungannya tetep vacation berdua ke luar negeri.

Setelah antri duduk lesehan, jam 18:30 SST aku dan semua yang pegang tiket general entry dibolehin masuk area konser. Untuk VIP dan priority entry udah duluan masuk satu jam sebelumnya. Hal-hal yang dicek cuma scan barcode tiket, body checking, bag checking yang mana ngga boleh bawa minum dan makanan ke dalam, and that’s it. Semua rapi dan tertib. Masuk ke areanya, the floor was huuugeeee. Legaaaa banget itu Expo Hall 1. Kita bertiga trus lari-lari ke arah stage yang surprisingly masih ngga terlalu ramai dan kita bisa berdiri lumayan dekat ke bagian tengah dari panggung itu.

Setelah berdiri nunggu cukup lama, jam 20:20 SST konsernya mulai. Yang pertama muncul Thomas dulu dengan gitarnya, red lights blinking, shining upon all of us, lalu Ethan di drum, kemudian Vic, my personal favorite, with her bass, dan terakhir Damiano, opening up the concert dengan lagu Don’t Wanna Sleep. It was magical seeing them in front of me, while singing along hundreds of others. They sound better live, too! Gerah parah tapi emang Singapore ini yaa buat mereka. Damiano selesai lagu pertama udah buka jaket, telanjang dada sepanjang show. Vic emang cuma pake skimpy bra dan short mini skirt sejak muncul. Ethan di belakang ngga beres-beres kibas-kibas rambut, dan akhirnya buka baju juga entah di lagu ke berapa. Thomas doang si paling tahan gerah, pakai leather jumpsuit dari awal sampai akhir.

Mereka bawain total 22 lagu, yang dibagi jadi 4 Act. Act I mereka mainin 11 lagu [Don’t Wanna Sleep, Gossip, Zitti E Buoni, Honey (Are U Coming?), Supermodel, Coraline, Beggin’, The Driver, For Your Love, Valentine, dan Gasoline]. Act II itu bagian akustik, dan serunya adalah mereka pindah, lari dari stage utama ke stage FOH yang ada di tengah penonton. Jadi, penonton yang tadinya ada di depan, jadi di belakang karena kita balik badan untuk lihat mereka. Disitu mereka main 2 lagu: Trastevere (Ethan main gitar heyyyyyy akhirnya lihat ini live!!!) dan Timezone. I was personally so grateful for them for playing Timezone because that song hasn’t been in any setlist of their previous recent concerts. I am so deeply in love with that song cause it’s so relatable, it tells the tale of being separated with your loved one and wanting nothing but to jump on the next plane just to hug them again.

Selesai Act II, Vic dan Ethan main instrumental sebentar buat ngasih waktu Damiano dan Thomas balik ke main stage. Setelah itu masuk Act III, mereka main 6 lagu (I Wanna Be Your Slave, MammaMia, Off My Face, In Nome Del Padre, Bla Bla Bla, dan Kool Kids). Kool Kids ini bagian yang lumayan penting di konser Rush! World Tour karena the band would always pick 25-35 people to join them on the stage to be their “groupies” for that specific song, and they get to be so upclose with the members, and touched or even hugged them, so the efforts all the audiences put on the outfits with their short short skirts, mesh leggings, tight crop tops, chunky heel boots, colorful hair, etc. were justified, not just for pictures.

Act III beres, mereka turun panggung, penonton chanting “ONE MORE SONG! ONE MORE SONG!”, dan mereka balik naik panggung untuk encore atau Act IV dengan lagu The Loneliest dan I Wanna Be Your Slave. The Loneliest adalah lagu mereka yang paling banyak ku-play menurut Youtube Music Recap-ku, so I really did sing my heart out during that song. Aku akui di sini kalau aku ngga semua hapal lirik lagu mereka, terutama yang pakai bahasa Italia dan temponya cepat (looking at you, Damiano singing In Nome Del Padre), tapi ya, I get the overall gist of all their songs, jadi tetep bisa menikmati semua walau ngga ikut nyanyi bareng. At 22:15 SST the show ends, lampu nyala terang, dan kami semua sediiihhh karena konsernya selesai.

Hal yang aku notice selama konser ini adalah mereka interaksi dengan penontonnya tuh hidup banget. Damiano sering di tengah-tengah ngomong, nyapa, kasih bridging antar lagu. Vic beberapa kali turun panggung main bass sentuhan langsung dengan penonton baris depan. Thomas tetep stage dive seperti biasanya. Ethan, well, is doing Ethan things on the back.

Overall, puas sekali dengan konser Måneskin Rush! World Tour Live in Singapore ini. Dari awal ticketing lancar (walau aku terbantu takdir banget bahwa konser ini ngga sold out, unlike the rest of the Australia-Asia leg including the next 4 shows in Tokyo jadi aku bisa H-1 baru beli), venue bagus dan luas, gampang diakses transportasi umum untuk pergi dan pulang, antrian tertib, toilet banyak, audio sepanjang konser jernih, stage lighting keren, dan yang jelas Måneskin-nya sendiri emang luar biasa bagus performance-nya.

Aku lumayan percaya bahwa nama mereka akan semakin besar sih di Asia. Mereka tuh masih muda: Damiano baru 24 tahun, Vic & Ethan 23 tahun, dan Thomas 22 tahun. Konser ini akan terhitung konser legendaris di riwayat fans Måneskin Indonesia ke depan, karena mungkin mereka baru ke Jakarta bisa 4-5 tahun lagi atau bahkan lebih. Arctic Monkeys aja baru datang 10 tahun setelah album AM. So, between now and then, there will be thousands of new Indonesian fans they gathered. And when they do come here, I’ll be amongst the sepuh of the fans who can say, “I did see them in Singapore back in 2023.” Ah. :’)

Lanjut. Aku lalu keluar venue, jalan bareng bertiga, lalu misah sama Sekar yang pulang bareng suaminya. Lusy punya pikiran yang sama denganku bahwa mau naik Grab aja langsung ke tujuan masing-masing, dia ke T4 Changi sementara aku ke Sentosa. Tapi busy hour surcharge-nya bikin nangis (pertama kali cek cuma S$28, trus melonjak jadi S$48 hahahahahacry limaratusrebu buat naik Grab) dan akhirnya kita berdua memutuskan untuk naik MRT aja yang S$1.99. Aku naik MRT sampai Tanjong Pagar untuk kemudian memang tetep nge-Grab, tapi senggaknya cuma S$18 + Sentosa entry fee S$2. Sampai rumah temenku jam 23:30 SST, cuci muka, cuci kaki, cuci tangan, langsung tidur.

Besok siangnya aku berangkat bareng temenku ke Downtown, we said goodbye to each other, aku langsung ke Changi titip tasku di Baggage Storage karena aku males nenteng itu di Jewel. I had lunch, bought some chocolates, did people watching again, took some pictures, recharged my phones and my powerbanks, etc. until 17:00 SST, then I took my bag back, checked in through the automated gates, waited for my plane, boarded the plane, and flew back home with Air Asia QZ 265. Langit malam itu cantik sekali, sedang bulan purnama dengan awan-awan pendek di sampingnya. Aku dapat window seat, jadi selagi take off bisa sambil lihat ke luar menikmati pemandangan lampu-lampu kapal dan kota. It was an uneventful flight, landing juga mulus. Sampai di Jakarta jam 21:30 WIB dan baru nyampe langsung dibikin kesel karena akhirnya ngalamin sendiri bahwa Kalayang bandara itu jam operasionalnya cuma sampai jam 9 malam, jadi aku ke stasiun KA bandara harus naik shuttle bus. Idiotic beneran, aku masih mbatin soal Kalayang itu. Lalu naik KA Bandara jam 22:15 WIB, sampai Manggarai jam 23:00 WIB, lanjut KRL ke Depok, berhenti dulu beli sate padang langganan, dan sampai kosan sebelum tengah malam.

So, yeah, that concludes my Måneskin Live in Singapore story. Boleh juga ternyata ke luar negeri nonton konser kayak gini. Kapan-kapan lagi deh lah ya. Marc Rebillet sebenernya ke Pattaya Maret 2024 tapi aku kurang sreg dengan acaranya. QOTSA ke Jepang awal Februari 2024 dan langsung lanjut ke Australia; kalau mereka tiba-tiba nyelipin jadwal ke Singapore atau Thailand mungkin akan kupertimbangkan. We’ll see.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *