#MHJ 5. Penggunaan Rujukan BPJS untuk ke Poli Jiwa/ Psikiater/ dr. Sp.KJ

MFAQ (Most Frequently Asked Question): “Emang ke psikiater bisa pakai BPJS?”

MVEA (my very enthusiastic answer): “BISA! BISA BANGET! OBATNYA JUGA DITANGGUNG! PLIS AYO DIPAKE BPJSNYA!”


Disclaimer dulu: Gue akan cerita versi pengalaman gue ya, dan akan panjang preambule-nya. Jadi kalau mungkin lo atau orang lain punya pengalaman yang berbeda, silakan komentar di bawah atau kirim DM ke gue lewat mana aja. Kalau ada pertanyaan pun silakan dikirim. I’ll be happy to hear anything regarding this because I’m so passionate about us being able to use BPJS for our mental health improvements.

Catatan: klik di sini untuk skip langsung ke tatacara pengurusan rujukan BPJS-nya.


During early to mid October 2021, I felt like I was spiraling down into depression. The previous weeks I’ve tried all my 4 primary coping mechanisms towards stress but nothing seems to be working at all. The only thing left was to talk to professionals. At that point I only knew therapy or psikolog as my last resort. I haven’t been to a psychiatrist before.

I tried several online, chats, therapy sessions. But still, nothing really helps. I was considering to talk to my primary therapist, the one that knew me from 4 years ago, but I also didn’t think that online sessions, even with her, would help, since I’m the kind that needs actual in-person therapy. And it’s just too expensive to fly down to Semarang just to meet her.

So, instead of looking for another therapist, I decided that I just wanted to go straight to the next level –an actual doctor, a psychiatrist. I remember it was a Monday evening, and I wanted to make an appointment for the next day right away, I didn’t want to wait any longer. Got my appointment set through the Alodokter app, and Tuesday morning I was on the waiting room for my first ever psychiatric visit.

Long story short, my doctor is amazing, he diagnosed me with a depressive episode, and gave me prescription for 2-weeks dose of antidepressants.


Alasan kunjungan pertama saya ke Sp.KJ pakai biaya sendiri adalah selain karena memang sudah di tepi jurang depresi, juga karena saya takut dokter di FKTP alias Faskes I saya tidak sebegitu langsung percaya bahwa saya butuh rujukan ke dokter Sp.KJ. Tapi, karena visit pertama saya itu cukup lumayaaan keluar uangnya (total sekitar Rp400,000,-, sudah termasuk jasa dokter dan obat untuk 2 minggu aja), akhirnya memutuskan untuk yang seterusnya saya mau coba pakai BPJS.

Langkah pertama: saya ke Faskes I saya. Kasih fotocopy kartu BPJS ke bagian pendaftaran, nunggu sampai dipanggil, lalu masuk ke ruangan dokter umumnya. Ketika ditanya keluhannya, saya jawab, “saya stress, Dok”. Saya juga langsung mention bahwa saya dua minggu yang lalu sudah ke Sp.KJ dan dikasih resep antidepresan, sehingga saya ke FKTP ini cuma mau minta rujukan untuk ke Sp.KJ lagi. Untungnya Faskes I saya ga ribet sama sekali dan dokternya pun langsung mengiyakan untuk membuat rujukan. Saya dikasih 2 pilihan rumah sakit mitra yang punya Poli Jiwa, dan kebetulan salah satunya adalah rumah sakit yang emang saya datangi sebelumnya. Jadi ya, saya minta rujukannya ke sana lagi aja. Setelah dari ruangan dokter umum, saya ke bagian administrasi, dan dikasih Surat Rujukan yang berlaku selama 1 bulan sejak hari itu.

PENTING: Untuk ke FKTL alias rumah sakit rujukan, coba cari info paling tidak 2 hari sebelum rencana kunjungan apakah rumah sakitnya punya daftar antrian online atau ngga untuk pasien BPJS (biasanya daftar via Whatsapp). Poli Jiwa biarpun ngga seramai Poli Penyakit Dalam, Syaraf, Orthopedi, dll, antrian BPJS-nya tetap dibatasi tiap harinya. Jadi, sebisa mungkin daftar via online dulu untuk memastikan dapat nomer antrian nantinya. Tapi tetap ya, kebijakan ini bisa berbeda untuk tiap rumah sakit.

Pada hari rencana kunjungan, datang sekitar 1-2 jam sebelum jadwal praktek dokter Sp.KJ-nya untuk antri dulu di bagian pendaftaran BPJS. Bawa fotokopi KTP, fotokopi kartu BPJS, Surat Rujukan asli dari FTKP, dan fotokopi surat rujukan tersebut. Beberapa rumah sakit ada yang mensyaratkan fotokopi KK juga terutama kalau pasien di bawah 17 tahun, tapi ini jarang sih. Pokoknya ikutin prosedur pendaftaran di loket BPJS-nya, nanti kalau sudah dapat dokumen dan nomer antrian, bawa dan kasihkan berkasnya ke perawat yang ada di ruang tunggu poli jiwanya (nurse station). Tinggal tunggu dipanggil untuk konsultasi ke dokter psikiaternya deh.

Setelah konsultasi dan keluar dari ruang dokter, bawa berkas/ resep ke nurse station yang sama di ruang tunggu poli itu juga, dan tanya aja “saya harus ke mana ya habis ini, suster?”. Perawatnya akan lihat dari berkasnya apakah kamu dikasih jadwal kontrol lanjutan, resep obat, atau ngga sama sekali. Kalau ada jadwal kontrol, kamu akan dikasih kertas kontrol untuk dibawa saat kunjungan berikutnya, sementara kalau ada resep obat, kamu harus bawa ke bagian Farmasi BPJS untuk ambil obatnya. Perlu diperhatikan bahwa kadang Instalasi Farmasi BPJS dibedakan tempatnya dengan Instalasi Farmasi untuk Umum/ Asuransi, jadi jangan sampai salah.

Saya sendiri dikasih surat untuk kontrol kembali dalam 1 bulan, dan 3 jenis obat yang diminum setiap hari selama 30 hari. So I got a prescription for a total of 90 tablets. Kalau untuk obat sebanyak itu, Farmasi BPJS di rumah sakit biasanya hanya akan kasih untuk sekitar dosis 7 hari, dan sisanya bisa ditebus gratis di apotek luar rumah sakit yang menerima resep BPJS (biasanya yang lengkap itu Apotek Kimia Farma atau Apotek Zentrum).

Untuk pengambilan obat gratis di apotek luar rumah sakit, yang perlu dibawa adalah resep asli, fotokopi resep asli, surat eligibilitas BPJS (surat warna pink ini dikasih sama farmasi rumah sakitnya kok), fotokopi surat eligibilitas, dan fotokopi kartu BPJS. Dari apoteknya juga akan dikasih buku kontrol untuk selanjutnya dibawa terus kalau mau ambil obat di apotek luar rumah sakit lagi (walaupun bukan di apotek yang sama).

That’s it. Dengan bayar BPJS kelas 3 sebesar Rp35,000,- sebulan, saya dapat obat seharga minimal Rp479,100,- (berdasarkan HET masing-masing obat) atau maksimal Rp1,425,000,- (berdasarkan harga total obat di pasar gelap, karena obat saya semuanya termasuk psikotropika golongan iv yang ga bisa sembarangan dijual). Itu belum termasuk jasa dokternya yang ditanggung BPJS juga. Saya intinya cuma bayar ongkos dan fotokopian.

In short, terima kasih, BPJS! :))))

Youtube link if you want to hear me reading this plus some more: https://youtu.be/uhZ-IlSJLK8.
Or if you want the full playlist of me reading the rest of the #MHJ series: https://www.youtube.com/playlist?list=PLtrlm279mx_cPz–DJa1YzO8y1CjuaHuz.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *