Dosen-Dosen Saya dan (Rangkap) Jabatannya

Beberapa hari ini Universitas Indonesia (UI) sedang ada di bawah spotlight berita. Awalnya dari BEM UI yang menerbitkan kritik kepada Presiden Jokowi dalam bentuk meme (Jokowi: The King of Lip Service) di kanal sosial media mereka. Kritik tersebut membawa mereka dipanggil ke Rektorat di hari Minggu sore di tengah pandemi. Ada juga Ade Armando (Dosen Ilmu Komunikasi FISIP UI) yang justru mencuitkan pertanyaan sindiran bahwa para pengurus BEM UI ini masuknya ‘nyogok’. Selain bahwa tudingan masuk UI bisa nyogok itu fitnah, ngomong gitu kan padahal membuka borok institusi sendiri, ya. Beberapa hari berselang, giliran Rektor UI, Prof. Ari Kuncoro yang kena lampu sorotnya. Beliau dikatakan melanggar statuta UI karena menjabat rektor dan komisaris BUMN (BRI) di waktu yang bersamaan. Sampai Rabu pagi (30/6), Prof. Ari maupun Biro Humas UI belum memberi jawaban tegas soal kasus ini. Pokoknya lagi jelek banget deh media handling-nya UI seminggu terakhir.

Topik yang saya mau bahas di sini dipicu dari mencuatnya masalah Prof. Ari. Saya mau berefleksi betapa timpangnya dosen-dosen saya selama kuliah S1 di FPIK Undip (s/d 2016) dengan dosen-dosen saya sekarang di S2 FEB UI.

Dosen-dosen saya di Oce Undip adalah orang-orang yang sederhana. Ruangan kerja mereka, termasuk yang bertitel guru besar, dibagi bersama dengan 2-3 dosen lain. Tidak ada yang punya ruangan sendiri. Ketua Departemen saya pun ruangannya berbagi dengan Sekretaris Departemen.

(Disclaimer: ini berdasarkan yang saya tau sampai tahun 2016 ya. Sepertinya sekarang administrasi pun sudah pindah ke Gedung J yang ketika saya lulus belum difungsikan penuh. Jadi, mungkin persoalan ruangan ini sudah berubah drastis)

Secara tampilan harta benda juga tidak ada yang terlalu mencolok dari dosen saya di sana. Yang parlente paling cuma 1-2 orang. Yang bawa mobil cukup banyak, tapi yang bawa motor sendiri juga masih ada. Bahkan di tahun ke-2 atau tahun ke-3 saya kuliah, ada satu orang dosen cukup senior yang kami lihat masih pulang dengan menggunakan angkot kuning. Something that we thought wasn’t normal, because even the students got motorcycles.

Sampai di UI, saya cukup tersentak dengan realita betapa powerful-nya beberapa dosen-dosen saya. Ketika saya masuk PPIM, Prof. Ari masih menjabat sebagai Dekan FEB UI dan Komisaris di BNI. Dan bukan beliau aja, komisaris dan anggota komite audit BUMN dan itu beneran banyak dan bertebaran di FEB.

Ada seorang profesor yang mengajar kelas saya yang juga komisaris di salah satu bank nasional. Karena posisinya tersebut, beliau bisa membawa kami 2 kali field trip, yakni ke kantornya dan ke kantor Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai pengisi kelas perkuliahan.

Kalau urusan harta, ada guru besar lain yang looks super nerdy, tapi mobilnya, menurut gosip anak-anak kelas, Mercedes-Benz limited edition yang unitnya cuma beberapa aja di Indonesia. Guru besar lainnya secara terang-terangan pernah bilang di kelas, “saya di sini sih cuma nabung amal dan pahala aja, jadi dosen mana ada duitnya.” Beliau valid ngomong gitu karena memang langgganan jadi Komite Audit di mana-mana, tapi juga mengaku uang cash-nya sedikiiiit sekali karena selalu langsung beliau alihkan ke reksadana. My professors are weird geniuses.

Sementara, ketika di Undip, kayaknya rangkap jabatan dosen-dosen saya ya kebanyakan di himpunan profesi sesuai keahliannya masing-masing aja. Ngga ada (atau belum!) yang selevel komisaris BUMN. Kekuatannya ada di level departemen, yang sepertinya ngga pernah habis kerja sama dengan kementerian maupun institusi keilmuan lainnya, tapi belum di level personal tiap-tiap dosennya.

In the end, ini tulisan sebenarnya ngga ada faedahnya juga. Saya cuma mau cerita betapa menggelitiknya masuk dan membandingkan dua institusi pendidikan yang punya nuansa 180° berbeda dalam hal gaya hidup pengajarnya. Semoga dosen-dosen saya di Undip semakin sejahtera, dosen-dosen saya di UI semakin berkah ilmunya, dan untuk semuanya, semoga selalu sehat-sehat saja.

terpujilah
wahai engkau
ibu bapak guru…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *